Menyaksikan Adat Jamasan Pusaka di Keraton Kasepuhan Cirebon

Kepulan asap ukup terus menguar dari tempat pembakaran kecil di satu diantara pojok Keraton Kasepuhan, Cirebon. Hari itu, Rabu (2/7/2025) siang, langit terlihat ceria tetapi situasi dalam keraton berasa syahdu. Tidak banyak suara, cuma gemericik air yang membasahi benda pusaka dan wewangian aroma yang penuhi udara.
Panorama tersebut yang kelihatan saat acara jamasan berjalan, sebuah adat pemandian pusaka yang teratur diadakan Keraton Kasepuhan tiap masuk bulan Muharram. Acara keramat itu dilakukan di satu diantara pojok Museum Pusaka Keraton Kasepuhan.

Pada tempat itu, sejumlah abdi dalam dengan baju ciri khas keraton terlihat khusyuk duduk bersila, tangan mereka perlahan-lahan menyeka bilah-bilah pusaka sama air kembang. Dari mereka, datang juga bagian keluarga keraton yang ikut terlarut dalam situasi khusyuk.

Tidak ada pembicaraan panjang, cuma lantunan doa yang didengar lirih sepanjang ritus jamasan berjalan. Satu demi satu, beragam pusaka yang sejauh ini disimpan rapi di museum keraton dikeluarkan. Keris, tombak, kujang, dan tipe pusaka yang lain dibikin bersih beberapa bahan khusus yang sudah dipersiapkan.

Karena jumlahnya beberapa benda pusaka yang terdapat di Keraton Kasepuhan, adat jamasan umumnya akan memerlukan waktu sampai sekian hari.
Patih Sepuh Keraton Kasepuhan, Pangeran Raja Goemelar Soeryadiningrat, menjelaskan jamasan sebuah adat yang teratur diadakan tiap bulan Muharram. “Serangkaian jamasan ini sebetulnya telah diawali pada 1 Muharram,” katanya saat dijumpai di kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, Rabu (2/7/2025).

Satu diantara benda pusaka yang mendapatkan perawatan khusus lewat acara jamasan ini ialah Kereta Singa Barong. Kereta yang berdiri gagah di tengah-tengah museum keraton itu dibikin bersih memakai air kembang dan sejumlah bahan khusus yang lain sudah disiapkan.

“Tanggal 5 Muharram, kami melakukan jamasan Kereta Singa Barong. Prosesinya dimulai doa. Selanjutnya kami mempersiapkan air yang telah dipersiapkan kembang melati dan mawar. Disamping itu, kami mempersiapkan aroma yang kita membuat, ukup namanya,” kata Pangeran Raja Goemelar.

Dia menerangkan, selainnya dipakai untuk mengharumkan ruang, asap dari ukup berperan menjaga Kereta Singa Barong. Menurut dia, asap itu bisa menolong menjaga keawetan kayu sebagai bahan khusus kereta pusaka tersebut. “Dari dahulu, ukup itu untuk mengawetkan kayu, selainnya sebagai aroma,” katanya.

Berlainan dengan pusaka yang lain yang perlu dikeluarkan dari museum, acara jamasan Kereta Singa Barong ini dilaksanakan secara langsung pada tempat dia diletakkan. Sesudah proses jamasan usai, kalung yang dibuat dari kembang melati dipasangkan pada leher kereta.

Kereta Singa Barong adalah satu diantara pusaka monumental yang ada dalam Museum Pusaka Keraton Kasepuhan. Pada bagian depannya, dipasang info yang berisi informasi mengenai asal mula dan sejarah kereta itu.

Kereta kencana ini mempunyai bentuk unik, memadankan elemen badan burung, gajah, dan naga. Pada periodenya, kereta ini diambil oleh empat ekor kerbau bule. Dibikin oleh Pangeran Losari di tahun 1549 M, Kereta Singa Barong dahulunya dipakai oleh sultan untuk mendatangi beragam beberapa acara tradisi.

Dalam pada itu, di pojok lain, beberapa abdi dalam keraton terlihat khusyuk bersihkan beragam jenis senjata tradisionil, dimulai dari keris, pedang, mata tombak dan sebagainya. Di dekat mereka, sejumlah tempat besar berisi air kembang dipersiapkan sebagai sisi dari acara pembersihan.

Satu diantara abdi dalam yang turut terturut dalam acara jamasan itu ialah Satu. Di antara aktivitasnya bersihkan beragam benda pusaka, Satu siap share narasi.

Dia menerangkan jika pencucian pusaka dalam adat jamasan dilaksanakan lewat tahapan-tahapan, dengan memakai beberapa bahan khusus yang sudah dipersiapkan untuk bersihkan sekalian menjaga tiap benda pusaka.

Satu diantara bahan yang dipakai ialah air kelapa. Air kelapa dipakai untuk memendam beberapa benda pusaka, seperti keris, pedang, dan lain-lain. “Air kelapa ini untuk perendaman. Jika bendanya seperti keris, tombak dan pedang karatnya banyak, dipendamnya lama, dapat sampai 2 hari,” katanya.

Sesudah proses perendaman, beberapa benda pusaka itu selanjutnya dibikin bersih langkah digosok memakai jeruk nipis. Proses pembersihan dilaksanakan cermat supaya sentuh tiap sisi pusaka. “Jika karatnya banyak ya digosoknya dapat berkali-kali,” sebut Satu.

Sesudahnya, beberapa benda pusaka lantas dibikin bersih lagi memakai air yang sudah dipersiapkan. Menurut Satu, air yang dipakai untuk bersihkan benda pusaka ini bukanlah air asal-asalan. Air itu diambil dari sumur Kemandungan yang terdapat di lingkungan keraton. “Air untuk jamasan ini air khusus, dari sumur Kemandungan yang terdapat di keraton,” jelas ia.
Tidak stop sampai di sana, acara diteruskan memandikan beberapa benda pusaka memakai air kembang. “Memandikannya kita sekalian membaca salawat nabi,” sebut Satu.

Seterusnya, beberapa benda pusaka dikeringkan memakai kain, lantas diatur di meja yang ditempatkan di ruangan terbuka supaya semua bagiannya betul-betul kering.

“Jika sudah kering kita pasangkan minyak singer. Kemudian dilap kembali sampai kering. Selanjutnya dibalurkan kembali gunakan wangi-wangian. Minyak harumnya minyak melati, mawar, misik putih, digabung,” katanya.

Paling akhir, beberapa benda pusaka itu diasapi ukup yang mengepul dari tempat pembakaran kecil. “Saat diasapi, itu ada juga doa-doanya,” kata Satu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *