Keraton Kasepuhan Cirebon Konsisten Nyalakan Adat 1 Muharram
Hujan yang turun tidak menurunkan semangat warga dan keluarga besar Keraton Kasepuhan Cirebon dalam mengingati 1 Muharram 1447 Hijriah.
Peringatan penggantian tahun Islam yang dikenali sebagai Malam Satu Suro itu masih tetap berjalan khusyuk dan semarak melalui Kirab Budaya dan Pagelaran Wayang Kulit, sebagai sisi dari peninggalan budaya religius yang diturunkan semenjak era ke-15.
Seperti beberapa tahun awalnya, atmosfer spiritual dan tradisionil bergema di beberapa pelosok Cirebon.
Tiga keraton khusus, yaitu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan menjadi beberapa titik sentra perayaan yang mengidentifikasi masuknya tahun baru Hijriah.
Antara serangkaian acara, Keraton Kasepuhan menjadi fokus perhatian melalui kirab budaya yang diadakan walau diguyur hujan.
Kirab itu dipegang secara langsung oleh Patih Sepuh Keraton Kasepuhan, Pangeran Raja Goemelar Soeryadiningrat, yang ikut serta bersama Singa Barong, pasukan prajurit naik kuda, barisan prajurit keraton, dan abdi dalam dalam bebatan baju tradisi Cirebonan.
Masyarakat yang datang terlihat semangat walau harus share ruangan dengan rintik hujan yang tidak juga surut.
Tidak cuma mengusung nilai budaya, acara ini sentuh segi sosial warga secara bantuan anak yatim, sebagai bentuk perhatian dan doa berkah pada tahun baru Hijriah.
Patih Sepuh Keraton Kasepuhan Cirebon Pangeran Raja Goemelar Soeryadiningrat menjelaskan peringatan Malam Satu Suro ini bukanlah sekedar ritus budaya.
Tapi juga bentuk permintaan religius supaya warga dan Keraton Cirebon diberi berkah dan panduan ke arah kebaikan pada tahun yang baru.
“Meminta ke Allah SWT supaya diberi sesuatu berkah, panduan-petunjuk dan keinginan-harapan yang baru,” terang Patih Sepuh
Serangkaian aktivitas ditutup Pagelaran Wayang Purwa yang tampilkan lakon Prabu Parikesit dari Wayang Purwa Cipta Suara.
Pagelaran dipegang oleh Dalang muda Cahaya Esya Pratama dan disertai suara merdu pesinden Tia Permatasari, mendatangkan atraksi yang penuh filosofi dan nilai kepribadian, sekalian melipur warga yang masih tetap setia melihat sampai akhir acara.
Walau cuaca tidak berteman, semangat warga dan keluarga besar Keraton menjadi bukti jika Cirebon bukan sekedar kota sejarah, tetapi juga pusat budaya dan religiusitas yang hidup dan semakin berkembang, menjaga serasi di antara peninggalan masa silam dan rintangan jaman sekarang. (*)